Kisruh KPK dan Dendam Lama Revisi Undang-undang KPK Medan, 24 Mei 2021 www.mediacoruption.com | Belakangan ini terjadi polemik internal di ...
Kisruh KPK dan Dendam Lama Revisi Undang-undang KPK
Medan, 24 Mei 2021
www.mediacoruption.com| Belakangan ini terjadi polemik internal di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang publik sendiri sebenarnya telah bosan dengan “drama” yang disuguhkan. Riak semakin membesar saat 75 orang pegawai dinyatakan tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kegiatan itu tentu adalah manifestasi dari perintah Undang-undang KPK yang baru, dimana mensyaratkan bahwa pegawai Komisi Anti Rasuah tersebut adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kembali kepada semangat dari revisi undang-undang korupsi yang dilakukan adalah untuk menciptakan penegakan hukum dibidang korupsi agar lebih sistematis serta memperkuat sumberdaya baik secara personal maupun secara kelembagaan. Tentu semangat itu berangkat dari evaluasi mulai berdirinya KPK. Ditengah revisi tersebut, sebagian kelompok yang tidak sepakat membangun opini bahwa revisi adalah bagian dari melemahkan KPK sendiri. Kelompok yang menolak tetap meyakini bahwa revisi justru adalah permasalahan dan melemahkan. Sekalipun kelompok tersebut tidak berhasil menghempang upaya revisi, mereka tetap akan menunggu momentum untuk membuktikan bahwa keyakinan mereka adalah benar. Namun ditengah penolakannya terhadap revisi, mereka tetap “mengintai” kapan mereka akan bersuara kembali.
Dalam ihkwal hiruk pikuk terkait tes wawasan kebangsaan yang diselenggarakan BKN, kelompok penolak revisi terpaksa harus bersuara. Sebab diantara mereka yang tidak sepakat dengan revisi justru tidak lulus dalam TWK sehingga konsekuensinya mereka anggap tidak akan ada lagi kesempatan untuk bersuara dari dalam tubuh KPK. Momentum ini kemudian oleh kelompok penolak revisi untuk membangun opini publik bahwa mereka sengaja disingkrikan, bahkan mereka juga menyampaikan pesan bahwa ini adalah keyakinan mereka jika revisi bertujuan melemahkan KPK dengan cara membuang orang-orang yang dalam versi mereka sendiri adalah paling berintegritas dan paling setia terhadap pemberantasan korupsi.
Oleh karena tidak memiliki argumen yang cukup kuat sebagai dasar hukum pijakan dalam berargumentasi, jurus “dewa mabuk” akhirnya digunakan. Melalui jaringan kelompok penolak revisi yang ada diluar, mereka membangun opini bahwa ini adalah akibat dari revisi yang sebelumnya dilakukan. Drama playing victim yang mereka biasa ciptakan kembali mereka persiapkan. Bahkan kelompok penolak revisi menciptakan opini ketengah publik seolah pegawai yang berintegritas dalam pemberantasan korupsilah yang sengaja disingkirkan. Artinya mereka hendak sampaikan ribuan pegawai yang lolos TWK adalah orang yang kurang integritasnya atau malah tidak memiliki integritas dalam memberantas korupsi.
Dari apa yang menjadi dinamika tersebut setidaknya ada beberapa catatan;
Pertama, bahwa sebagian pegawai penolak revisi masih tetap bertahan tidak mengundurkan diri saat revisi UU KPK disetujui diduga adalah strategi “kuda troya” untuk membuat KPK tidak produktif dari dalam. Semakin KPK tidak produktif, maka mereka semakin mampu meyakinkan publik bahwa revisi undang-undang KPK adalah cara pemerintah melemahkan. Sehingga patut dicurigai bahwa kelompok yang selama ini tidak happy dengan revisi, sengaja menunggu momentum yang tepat menyerang dari dalam. Sangat kelihatan bahwa fakta yang terjadi cara mereka justru membuat publik bertanya-tanya, sebab syahwat kelompok tersebut justru lebih banyak menyerang internal dari pada membangun strategi melakukan pemberantasan korupsi.
Kedua, tentu jika status pegawai KPK beralih ke ASN, ini akan berakibat pada ketentuan peraturan yang ada di ASN. Salah satunya saat menjadi pegawai KPK, gaji penyidik di KPK saja 4 (empat ) kali lipat dari penyidik Polri, sehingga peralihan menjadi ASN berbanding lurus dengan gaji yang akan mereka dapatkan. Karena ketentuan penggajian dari ASN telah diatur oleh Peraturan tersendiri. Tentu ini adalah salah satu pembengkakan biaya KPK saat pegawai KPK memiliki gaji fantastis. Oleh karenaya peralihan status menjadi ASN adalah salah satu meminimalisir pengeluaran KPK pada kluster penggajian pegawai.
Ketiga, alasan bahwa mereka menyerang KPK disebabkan tidak lulusnya TWK seharusnya yang dipertanyakan adalah BKN sebagai lembaga yang menyelenggarakan tes tersebut. Dari memberikan materi soal, bahkan sampai standar kelulusan ada di BKN. Namun saat dalam situasi tersebut yang dipersalahkan adalah pimpinan KPK, justru ini semakin mengkonfirmasi bahwa dendam lama masih saja mereka bawa. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah wadah yang memiliki sistem bekerja, sehingga tidak bisa dititikberatkan pada personality. Oleh karenanya, tidak adanya kelompok yang tidak lulus dalam TWK bukan berarti bahwa menghentikan sistem yang telah ada.
Keempat, revisi Undang-udang KPK dengan semangat perbaikan baik secara kelembagaan dan sumberdaya personal saat ini masih belum optimal, karena masih ada kelompok yang mempertahankan sistem lama, sehingga jika hendak dioptimalkan, maka menjadi penting untuk memfilter kelompok lama yang memang sengaja mempertahankan sistem lama. Siapa mereka, sudah terjawab.
Tidak ada komentar